Suku baduy (Kanekes) adalah salah satu suku yang ada di
wilayah Indonesia, tepatnya di Kabupaten Lebak, Banten. Kini suku baduy
mempunyai populasi sebanyak 5000-8000 orang. Suku baduy ini dibagi menjadi 2
kelompok yaitu baduy dalam dan baduy luar. Perbedaannya adalah suku baduy dalam
sampai saat ini masih mempertahankan budaya merekadan mengisolasi diri dari
pengaruh dunia luar, sedangkan suku baduy luar mereka tidak terlalu mengisolasi
diri dari pengaruh dunia luar. Suku baduy luar masih menerima budaya-budaya
modern saat ini tetapi tidak semuanya. Sedangkan masyarakat suku baduy dalam
tidak menerima satupun budaya yang berasal dari luar daerahnya yang dapat
merusak budaya dari leluhurnya.
Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek Sunda–Banten. Untuk berkomunikasi
dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun
mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes Dalam
tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat-istiadat, kepercayaan/agama, dan
cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja.
Orang Baduy tidak mengenal sekolah, karena
pendidikan formal berlawanan dengan adat-istiadat mereka. Mereka menolak usulan
pemerintah untuk membangun fasilitas sekolah di desa-desa mereka. Bahkan hingga
hari ini, walaupun sejak era Suharto pemerintah telah berusaha memaksa mereka untuk mengubah cara
hidupmereka dan membangun fasilitas sekolah modern di wilayah mereka, orang
Kanekes masih menolak usaha pemerintah tersebut. Akibatnya, mayoritas orang
Kanekes tidak dapat membaca atau menulis menggambar.
Kanekes Dalam adalah
bagian dari keseluruhan orang Kanekes. Tidak seperti Kanekes Luar, warga
Kanekes Dalam masih memegang teguh adat-istiadat nenek moyang mereka. Sebagian peraturan yang dianut oleh suku Kanekes Dalam
antara lain:
- Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan untuk sarana transportasi
- Tidak diperkenankan menggunakan alas kaki
- Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Pu'un atau ketua adat)
- Larangan menggunakan alat elektronik (teknologi)
- Menggunakan kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern.
- Mereka telah melanggar adat masyarakat Kanekes Dalam.
- Berkeinginan untuk keluar dari Kanekes Dalam
- Menikah dengan anggota Kanekes Luar
- Mereka telah mengenal teknologi, seperti peralatan elektronik, meskipun penggunaannya tetap merupakan larangan untuk setiap warga Kanekes, termasuk warga Kanekes Luar. Mereka menggunakan peralatan tersebut dengan cara sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan pengawas dari Kanekes Dalam.
- Proses pembangunan rumah penduduk Kanekes Luar telah menggunakan alat-alat bantu, seperti gergaji, palu, paku, dll, yang sebelumnya dilarang oleh adat Kanekes Dalam.
- Menggunakan pakaian adat dengan warna hitam atau biru tua (untuk laki-laki), yang menandakan bahwa mereka tidak suci. Kadang menggunakan pakaian modern seperti kaos oblong dan celana jeans.
- Menggunakan peralatan rumah tangga modern, seperti kasur, bantal, piring & gelas kaca & plastik.
- Mereka tinggal di luar wilayah Kanekes Dalam.
Kelompok masyarakat
kedua yang disebut panamping adalah mereka yang dikenal sebagai Kanekes Luar (Baduy Luar), yang
tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Kanekes Dalam,
seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya.
Masyarakat Kanekes Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala
berwarna hitam.
Kanekes Luar
merupakan orang-orang yang telah keluar dari adat dan wilayah Kanekes Dalam. Ada beberapa hal yang
menyebabkan dikeluarkannya warga Kanekes Dalam ke Kanekes Luar:
Ciri-ciri masyarakat
orang Kanekes Luar
Apabila Kanekes Dalam
dan Kanekes Luar tinggal di wilayah Kanekes, maka "Kanekes Dangka"
tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang
tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung
Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari
luar
Masyarakat
baduy dalam mendapatkan makanannya yaitu dengan cara berburu dan bercocok
tanam, meskipun begitu mereka juga membutuhkan uang. Cara mereka mendapatkan
uang yaitu dengan menjual hasil karya mereka dari kota satu ke kota lain.
Mereka melakukan itu dengan berjalan kaki bukan dengan transportasi darat dan
tanpa memakai alas kaki. Mereka berjalan kaki dari daerahnya ke daerah lain
yang masih satu pulau. Menurut kabar yang saya dengar dari teman, jika kita
ingin menginap atau tinggal bersama suku baduy dalam, kita tidak diperbolehkan
membawa barang elektronik apapun.
Kalau
masyarakat suku baduy luar agak berbeda dengan masyarakat suku baduy dalam,
walaupun tidak terlalu berbeda jauh. Suku baduy luar masih menerima
budaya-budaya yang datang dari dunia luar. Tetapi budaya dari leluhurnya tidak
dilupakan dan mungkin sampai saat ini masih dijalankan. Selain itu, suku baduy
luar dalam menjual hasil karyanya tidak seperti suku baduy dalam. Jika suku
baduy dalam menjual dengan berjalan kaki dari kota ke kota atau dari daerah ke
daerah tanpa alas kaki. Lain halnya dengan suku baduy luar, mereka menjualnya
dengan naik kendaraan dari kota ke kota atau dari daerah ke daerah dengan
menggunakan alas kaki.
Suku
baduy luar sangat berbeda dengan suku baduy dalam saat menerima tamu dari luar
daerahnya. Kalau suku baduy dalam tidak memperbolehkan adanya barang elektronik
didalam perkampungannya. lain halnya dengan suku baduy luar, mereka masih
memperbolehkan adanya barang elektronik yang masuk ke perkampungannya. Aturan
budaya mereka tidak seperti aturan budaya masyarakat suku baduy dalam.
Masyarakat
suku baduy dalam tidak memiliki kamar mandi satupun, jika mereka ingin mandi
atau melakukan urusan lain, mereka melakukannya di kali atau di dalam hutan. Karena
cuma masyarakat suku baduy dalam yang ada di perkampungan mereka, jadi mereka
melakukan segala sesuatu untuk membersihkan diri di kali dekat tempat tinggal
mereka.bahkan untuk sabunnya mereka menggunakan bahan dari alam.
Masyarakat
suku baduy dalam dan suku baduy luar saling membantu dalam kesehariannya dan
juga saling membantu dalam menjaga alam. Agar tidak rusak seperti sekarang,
perkampungan mereka masih memiliki hutan yang nyaman dan terhindar dari polusi,
tidak seperti di Jakarta yang mempunyai banyak polusi. Walaupun mereka mencari
makan dari alam, tetapi mereka juga memelihara alam dengan baik sekali.
Sehingga, alam di daerah mereka tinggal tidak rusak dan tetap bersih dan segar.
Itulah kehidupan tentang suku baduy yang saya ketahui, dan mereka akan tetap
terus menjaga budaya mereka.
0 comments:
Posting Komentar